BeliauMerupakan Seorang Bupati Yang Mashur yang Tahun 1871-1913. Dikarenakan Besar Jasanya Memajukan Daerah. Beliau Diberi Nama Officer In De Ore Van Oranje Nassau.Atau Bentang Emas Dari Pemerintah Belanda.Semenjak Itu.Terkenal Menjadi Dalem Bintang. Beliau Menikah Dengan Raden Ayu Lasminingrat. Dan Meninggal Tahun 1916. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Wijaya kusuma adalah tanaman yang termasuk dalam jenis kaktus yang tidak berduri dan mampu bertahan dalam kondisi kering. Bunga ini berasal dari Venezuela, Amerika Selatan, yang di bawa oleh para pedagang cina melalui jalur majapahit. Bunga wijaya kusuma Epiphyllum anguliger terkenal dengan sebutan Ratu Malam dan terbilang langka. Kenapa di katakan begitu, karna jam mekar bunga tersebut adalah saat tengah malam dengan siklus satu kali dalam setahun, bunga ini hanya sekali mekar dan kemudian akan layu di pagi harinya. Ketika mekar bunga akan mengeluarkan aroma semerbak bunga yang khas, sehingga berkembang mitos seseorang yang dapat melihat wijaya kusuma mekar di katakan akan mendapatkan keberuntungan. Baca juga Mitos dan Fakta tentang Bunga WijayakusumaTerkait kisah pewayangan. Konon bunga Wijayakusuma ini adalah senjata ampuh istimewa milik sri bathara Kresna yang mampu menghidupkan orang yang belum waktunya meninggal, ia merupakan putra prabu Basudewa yang berasal dari kerajaan Madura. Disebutkan pula, bathara Kresna itu adalah sosok raja yang bijaksana dari negara Dwarawati. Kembang Wijayakusuma yang istimewa ini, konon hanya dipakai untuk membantu Pandawa pada saat kondisi genting dan cerita rakyat selanjutnya, sri bhatara Kresna dalam dunia wayang dianggap sebagai titisan sang hyang Wisnu, yang kemudian melakukan muksa kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan. Konon suatu ketika Kresna ini yang melempar melarut bunga Wijayakusuma ini ke laut kidul samudera Indonesia yang kalau dilihat sekarang lebih dekat dengan pulau Nusakambangan. Bunga ini dilemparkan bersama tempat sejenis potnya. Kemudian Tutup pot yang berbentuk bundar, konon mewujud menjadi pulau Majeti, sementara tempat di bagian bawah bisa menjadi pulau karangbandung. Kalau dilihat dalam peta dan lokasi sekarang, dua pulau ini juga masih berdekatan dengan pulau juga Sebuah Wacana Si Pitung, Jokowi dan Bunga Wijayakusuma 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya
1 Prabu Wijaya Kusuma (Wijaya Kusuma), menikah dengan Lenggang Kencana, berputra : 1.1. Prabu Permanadi Kusuma (Permana Ajar Padang) Raja Galuh Pakuan Raja Galuh Pakuan ke 6 mp 724 - 725 memperistri Naganingrum, berputra : 1.1.2 Prabu Ciung Wanara (Prabu Jaya Prakosa Mandaleswara Salaka Buana - Buyud Maja) / Rd. Suratama / Sang Manarah, Raja
Membicarakan sejarah Kab. Garut tidak akan lepas dari Kab. Limbangan yang merupakan cikal bakal pembentukannya. Peran serta kaum ulama yang menyebarkan Islam hingga mewarnai corak kehidupan masyarakat Garut pun tak kalah pentingnya. Tak heran, sebagian kalangan menilai Garut laik dijuluki sebagai Kota Ulama, karena banyaknya sumbangsih para ulama dalam membina masyarakat Garut. Salah satu tokoh ulama sekaligus umara yang perannya tak bisa diabaikan pada masa awal penyebaran Islam di pedalaman Jawa Barat, khususnya Garut, adalah Sunan Cipancar. Selain eksis dalam penyebaran Islam, ia pun merupakan tokoh yang menurunkan keluarga bupati-bupati Limbangan. Hal itu sebelum kemudian dengan alasan politis, Limbangan dipindahkan dan berubah menjadi Kab. Garut. Karena itulah, tak salah jika masyarakat Garut menziarahi makam Sunan Cipancar di Kp. Pasir Astana, Desa Pasirwaru, Kec. Balubur Limbangan. Hal itu penting selain sekadar berdoa dan memberikan penghormatan atas jasa-jasanya dalam menyebarkan Islam, juga untuk menelisik kembali alur sejarah Kab. Garut, termasuk pesan-pesan moral yang diamanatkan para leluhur masyarakat Garut sendiri, dalam menata bangunan kehidupan masyarakatnya. Sumber resmi Pemkab Garut dan Pemprov Jabar melalui website-nya menyebutkan, awalnya pemegang kekuasaan Limbangan adalah Dalem Prabu Liman Senjaya, cucu dari Prabu Siliwangi dan anak dari Prabu Layakusumah. Prabu Liman Senjaya diganti oleh anaknya yang bernama Raden Widjajakusumah I alias Sunan Cipancar. Akan tetapi literatur lain menjelaskan, yang disebut sebagai Wijayakusumah I adalah kakeknya Sunan Cipancar, yaitu Sunan Rumenggong. Kab. Limbangan semula merupakan sebuah kerajaan daerah bawahan Kerajaan Besar Pakuan Pajajaran bernama Kerajaan Kertarahayu, yang didirikan Sunan Rumenggong di kawasan Gunung Poronggol Limbangan sekitar 1415 M. Sunan Rumenggong bernama asli Jayakusumah/Wijayakusumah I/Ratu Rara Inten Rakean Layaran Wangi/Jaya Permana/Gagak Rancang. Sumber lain menyebutkan, Layakusumah mempunyai tiga anak dari Ambot Kasih, yaitu Hande Limansenjaya Kusumah; saudara kembarnya, Hande Limansenjaya; dan adiknya, Wastudewa. Hande Limansenjaya Kusumah berputra Jayakusumah/Panggung Pakuan Wijaya Kusumah/Wijayakusumah II/Limansenjaya Kusumah, yang belakangan disebut Sunan Cipancar. Namun nama Limbangan saat ini tinggal berupa sebuah wilayah kecamatan, yang ditambahi kata Balubur di depannya menjadi Kec. Balubur Limbangan. Berbeda dengan makam tokoh penyebar Islam lainnya di Garut yang mendapatkan cukup perhatian pemerintah, makam Sunan Cipancar terkesan terabaikan. Padahal makam tersebut termasuk situs cagar budaya yang memiliki arti penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dari aspek arkeologi, jirat dan nisan makam masih memiliki keaslian sebagai tradisi peninggalan megalit. Baru beberapa tahun belakangan saja makam keramat tersebut mendapat perhatian dengan mendapatkan bantuan penataan lingkungan makam. Seperti halnya makam keramat lainnya di Garut, makam Sunan Cipancar juga kerap dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah. Sebagai tata krama, para santri yang ada di kawasan Balubur Limbangan dan sekitarnya, bahkan sering memulai perjalanan ziarah dari makam Sunan Cipancar. Sebelum kemudian berziarah ke makam Mbah Wali Syekh Ja’far Shiddiq Cibiuk dan sejumlah makam keramat lainnya. Puncak kunjungan ziarah biasanya terjadi pada bulan Mulud. *** Sedikit kisah tentang Balubur Limbangan Balubur Limbangan saat ini adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Garut. Kecamatan ini dalam perjalanan sejarah. Kabupaten Garut memiliki tempat yang istimewa. Pasalnya, Balubur Limbangan sekian lama dijadikan ibukota kabupaten sebelum beralih ke Garut, di jaman lampau Balubur Limbangan mengalami zaman keemasan yang gilang gemilang, subur makmur,aman dan tentram maka Balubur Limbangan menjadi catatan para sejarahwan dan tidak mudah dilupakan orang, karena kecakapan pemerintahnya, dapat menjalankan,memperhatikan keseimbangan disegala bidang dan dapat mengikuti perkembangan syiar Islam yang dilakukan Pemerintahan Cirebon pada saat itu , Balubur Limbangan dikenal dengan wilayah yang mempunyai daya kekuatan batin tinggi karena banyaknya ulama yang berkualitas. Istilah Balubur, seperti diterangkan dalam Ensiklopedi Kebudayaan Sunda, merujuk pada daerah pemukiman para penguasa kabupaten pada jaman dulu. Semacam daerah istimewa yang penghuninya terdiri dari para menak dan pejabat pemerintah lainnya. Balubur Limbangan berarti daerah istimewa tempat para penguasa Kabupaten Limbangan bertempat tinggal, Nama Limbangan berasal dari kata ” imbangan ” yang berarti memiliki imbangan/ mengimbangi dengan Cirebon yang sama sama memiliki kekuatan batin, pada abad dimana islam sedang pesatnya mengalir kesetiap pelosok tanah air Indonesia, Limbangan dipimpin oleh seorang Bupati sebagai wakil dari Syarif Hidayatullah/ Sunan Gunungjati 1552-1570 . Awalnya pemegang kekuasaan Limbangan adalah Dalem Prabu Liman Sendjaya cucu dari Prabu Siliwangi dan anak dari Prabu Lajakusumah. Prabu Liman Sendjaya digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Widjajakusumah I yang lebih terkenal dengan julukan Sunan Dalem Cipancar. Adapun sejarahnya sebagai berikut Raden Widjajakusumah ke-1 ini adalah Bupati Limbangan yang dikenal dengan Bupati Galih Pakuan sangat termasyhur akan kebijaksanaannya dalam memimpin, tentang kecakapan mengatur pemerintahan, peribahasa Sunda mengatakan Sepi Paling Suwung Rampog, Hurip Gusti Waras Abdi aman, tentram dan damai. Bupati Widjajakusumah sebagai pemuka tabir bahwa Balubur Limbangan mempunyai kekuatan batin. Syahdan Kepala daerah Cirebon, Syarif Hidayat. Pada suatu saat beliau memerintahkan kepada semua bupati untuk menghadiri rapat bupati di Cirebon, seluruh bupati diwajibkan hadir tepat waktu, bila ada yang melalaikan perintah Syarif Hidayat, maka akan dikenakan hukuman mati. Upaya tersebut merupakan penanaman disiplin bagi aparatur negara pada waktu itu. Maksud dari yang terpenting dari kumpulan itu, guna menjelaskan tentang keunggulan ajaran agama Islam. Pada saat itu ditegaskan bahwa sebagai penganut Islam, harus berjanji untuk menjalankan segala perintah agama dan tidak akan bertentangan dengan hukum-hukum serta menurut perintah Tuhan. Perjalanan dari Limbangan menuju Cirebon saat itu sangat sulit, oleh karena itu Bupati Galihpakuan, Raden Widjajakusumah datang terlambat pada acara rapat tersebut. Sesampainya di Pendopo, Bupati Galihpakuan ditangkap oleh para algojo yang bertugas, dan akan dibunuh dengan mempergunakan senjata miliknya, namun ketika keris ditusukkan pada tubuh Bupati Raden Widjajakusumah, tiba-tiba semua algojo itu terjatuh lemas ke tanah. Seluruh isi Pendopo menjadi panik, hingga rapat terganggu dan dihentikan untuk sementara waktu, Syarif Hidayat keluar dan menjumpai para algojo, beliau menanyakan sebab-sebab kejadian ini, maka para algojo menjelaskan, bahwa saat menjalankan tugas dari beliau untuk menghukum Bupati Galihpakuan yang datang terlambat, mereka tidak berdaya. Syarif Hidayat menoleh kepada Bupati Galihpakuan, maka mengertilah bahwa bupati yang bersalah itu seharusnya dihukum dengan tidak mengenal pangkat, teman atau saudara. Bupati Galih pakuan dengan iklas mempersembahkan kerisnya kepada Syarif Hidayat, guna menjalani hukuman. Setelah keris berada ditangan Syarif Hidayat, maka terlihatlah lapadz Quran ÒLaa Ikrooha FiddiinÓ, yang terukir pada keris tersebut, maka Syarif Hidayat memahami, bahwa orang yang diizinkan memakai keris tersebut adalah orang yang sangat berjasa, karena keris tersebut adalah senjata pusaka dari Prabu Kiansantang Pendekar Agama Islam. Keris itu dapat dipandang sebagai bintang perjuangan dalam menyebarkan agama Islam. Akhirnya Syarif Hidayat tidak jadi membunuh Bupati Galihpakuan dan mengumumkan kepada semua bupati dalam rapat, bahwa Bupati Galihpakuan tidak jadi dibunuhnya karena beliau merupakan orang yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam, terbukti dengan memilikinya Senjata Pusaka. Dijelaskan pula oleh beliau bahwa keterlambatannya bukan berarti melalaikan undangannya, tetapi karena disebabkan sulitnya perjalanan. Diumumkan pula, bahwa sejak hari ini nama Bupati Galihpakuan diganti dengan nama Bupati Limbangan yang berarti bahwa Galihpakuan telah mengimbangi Cirebon dalam syiar Islam . Seperti tercatat dalam sejarah, Limbangan yang berada di daerah kawasan Gunung Poronggol Limbangan sekitar tahun 1415 M awalnya bagian daerah bawahan dari wilayah kerajaan Sunda atau Kerajaan Besar Pakuan Pajajaran. Namun versi lain mengatakan bahwa Limbangan sudah menjadi daerah otonom merupakan sebuah kerajaan kecil bernama Kertarahayu ketika kerajaan Sunda terbagi dua, yakni menjadi Galuh dan Sunda dan kadang disebut Rumenggong, rumenggong konon berasal dari kata “rumenggang” atau “renggang”, karena berada di antara Galuh dan Sunda dan penguasanya dikenal sebagai Sunan Rumenggong yang bernama asli Jayakusukah/Wijayakusumah I/Ratu Rara Inten Rekean Layaran Wangi/Jaya Permana/Gagak Rancang. Setelah kerajaan Sunda runtuh, wilayah ini sempat berada di bawah kekuasaan daerah lain, di antaranya sempat menjadi wilayah bawahan Sumedang Larang. Pada tanggal 24 Maret 1706, Limbangan yang awalnya hanya sebuah distrik di bawah Kabupaten Sumedang, oleh VOC Verenigde Oost Indiche Compagne – Kongsi Dagang Belanda statusnya dikembalikan menjadi kabupaten yang mandiri dengan Rangga Mertasinga sebagai bupatinya. Hampir seabad lamanya Limbangan menjadi kabupaten, sampai pada pada tanggal 2 Maret 1811, Gubernur Jendral Daendeles, penguasa tertinggi pemerintah kolonial Belanda, membubarkan Kabupaten Limbangan karena alasan produksi kopi menurun hingga titik paling rendah dan juga bupatinya menolak perintah menanam nila indigo. Wilayah Kabupaten Limbangan kemudian dipecah-pecah dan menjadi bagian wilayah kabupaten lain. Namun ketika Inggris menguasai Jawa, Gubernur Jendral Raffles yang mewakili kekuasaan Inggris, pada 16 Februari 1813 mengembalikan status Limbangan menjadi kabupaten di Keresidenan Priangan, dengan mengangkat Tumenggung/Adipati Adiwidjaja 1813-1831 sebagai Bupati Limbangan, pada saat itu karena dirasa kurang memenuhi persyaratan sebagai ibu kota kabupaten maka Bupati Adiwidjaja membentuk panitia untuk mencari tempat yang cocok bagi ibu kota kabupaten ,Pada awalnya panitia menemukan Cumuruh,sekitar 3 Km sebelah timur Suci saat ini kampung tersebut dikenal dengan nama Kampung Pidayeuheun tapi tempat tersebut air bersih sulit diperoleh sehingga tidak tepat untuk menjadi ibu kota. Selanjutnya panitia mencari lokasi kearah barat Suci,sekitar 5 km dan mendapatkan tempat yang cocok selain tanahnya subur tempat tersebut memiliki mata air yang mengalir ke sungai Cimanuk serta pemandangannya pun indah dikelilingi gunung seperti Gunung Cikuray. Namun ibukota kabupaten yang awalnya di Balubur Limbangan dipindahkan ke distrik Suci, karena dinilai tidak memenuhi persyaratan sebagai ibu kota kabupaten karena kawasan tersebut cukup sempit kemudian ibu kota dipindahkan lagi ke kota Garut sekarang. Sejak itulah, Balubur Limbangan menjadi narikolot mengalami penyusutan. Hingga sekarang Balubur Limbangan hanya menjadi wilayah kecamatan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Garut. Keluargabesar Tjondronegoro. Y ang pasti adalah sesuatu yang sudah terjadi, sebenarnyalah segala sesuatu yang diperoleh manusia didunia ini tidak ada yang kekal. Pertemuan akan berakhir perpisahan, yang mendapatkan atau mempunyai akan kehilangan. Karena sesunggunya, segala didunia ini bukanlah milik manusia. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. PRAIYAWANG dalam SEJARAHParai Yawang Yang datang pertama kali ke tempat itu namanya PAU, dari suku Sabu untuk mengajari Suku Sumba perihal pemerintahan yang dimaksud Belanda, tidak berarti bahwa di Sumba belum ada pemerintahan kerajaan. Dialah Paulus Carles Djawa - Ama Nia Djawa yang disebut Pau. Perubahan nama tersebut Praiyawang, tidak diketahui; mungkin saja pengaruh dialek setempat. Sehingga disebutlah Djawa menjadi Yawang. Dalam Bahasa Sumba tidak ada pengertian Yawang. Sesungguhnya untuk mengenang Ama Nia pula dalam beberapa sejarah yang ada seperti Reti Anandjara arti harafiah kuburan seseorang yang mati diinjak oleh kuda. Hal tersebut makna telah bergeser. Arti sesungguhnya adalah permulaan pemerintahan- Memerintah-status sosial. Bahasa Baitan demikian pula dengan Reti Milimongga sebelum ada kerajaan, tempat itu adalah hutan tempat yang suku Sumba sebut sebagai raksasa dalam arti, orang besar; inilah awal ada pahatan Monyet di atas kubur, untuk mengenang milimongga. Dan ketika ditanya kepada Raja nama kubur orang besar itu maka raja menyebutnya Reti Milimongga artinya - orang besar bukan raksasa. Demikian juga Milimongga yang ada di dalam kubur itu bukan makluk yang raksasa tetapi orang besar/raja. Sumber JHK -LDJ Lihat Humaniora Selengkapnya Konon sejarah Kerajaan Sunda memiliki runutan masa silamnya sejak era Kerajaan Salakanagara yang berdiri pada abad 2 (Tahun 130) Eyang Raksa Kusuma (G. Tangkil ) 9. Eyang Angga Jaya Sakti (Gn. Sumping Pelabuhan Ratu ) Sunan Pancer / Cipancar / Prabu Wijaya Kusumah ( Limbangan ) 2. Eyang Rangga Megat sari ( Pasir astana Limbangan ) 3. Laporan Wartawan Elga Hikari Putra GROGOL PETAMBURAN - Wijaya Kusuma merupakan satu dari beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Namun tahukan Anda bila nama Wijaya Kusuma ternyata merupakan nama Pangeran asal Banten yang cukup terkemuka dan berpengaruh pada sejarah berdirinya Jakarta. Tak hanya namanya yang diabadikan menjadi sebuah nama kelurahan, makam Pangeran Wijaya Kusuma ‎juga berada di kawasan itu. Letaknya berada di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Pantauan wartawan makam itu berada di sebelah kiri jalan bila dari perempatan Kalijodo. Makam itu dibangun dengan konsep rumah joglo. Baca Sidang First Travel Rambut Klimis Kiki Hasibuan Hingga Sepatu Mewah Seharga Belasan Juta Rupiah Hanya ada makam Pangeran Wijaya Kusuma di taman makam itu. Berdasarkan prasasti yang ada di area makam dijelaskan bahwa pemugaran makam itu diresmikan pada 21 Juni 2004 oleh Walikota Jakarta Barat‎ Sarimun Hadisaputra. Suasana di pemakaman sangat teduh dengan adanya kolam dan pepohonan yang mengelilingi area makam. Terlihat beberapa peziarah sedang melakukan ziarah dan berdoa di pusara Pangeran Wijaya Kusuma. Marni 33, penjaga makam Pangeran Wijaya Kusuma mengatakan bahwa semasa hidupnya Wijaya Kusuma merupakan penasehat pribadi Pangeran Jayakarta. "Saat itu Pangeran Wijaya Kusuma ditugaskan mendampingi pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama atas perintah Sultan Banten Maulana Yusuf," papar Marni kepada Rabu 7/3/2018. RadenWijaya Kusumah Ini Adalah Bupati Limbangan Yang Dikenal Dengan Bupati Galeuh Pakuan Sangat Termasyhur Akan Bijaksana Memimpin.Mengatur Pemerintahan.Peribahasa Sunda Mengatakan Sepi Paling Suwung Rampog.Hurip Gusti Waras Abdi (aman.tentram dan damai). Bupati Wijaya Kusumah Sebagai Pemuka Tabir Bahwa Balubur Limbangan Mempunyai Kekuatan Batin.

Ilustrasi wayang kulit Foto ShutterstockTidak banyak yang tahu bahwa 7 November diperingati sebagai Hari Wayang Nasional. Perayaan ini terbilang masih anyar karena baru ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Keppres Nomor 30 pada 17 Desember 2018 lalu. Mengapa tanggal tersebut dipilih? Sebab, pada 7 November 2003, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa UNESCO menetapkan wayang kulit sebagai warisan budaya dunia tak benda. Keppres tersebut merupakan tindak lanjut atas saran masyarakat, salah satunya komunitas wayang Sena Wangi yang menginginkan agar 7 November ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional. Kala itu, Jokowi bertemu dengan 40 orang perwakilan seniman dan budayawan di Istana Merdeka untuk mendiskusikan penetapan ini. Jokowi bertemu sejumlah seniman dan budayawan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa 11/12. Foto Yudhistira Amran/kumparanWayang sendiri memiliki banyak jenis. Melansir dari laman Kemendikbud, terdapat 18 jenis wayang di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah, Wayang Kulit Purwa, Wayang Golek Sunda, Wayang Orang, Wayang Betawi, Wayang Bali, Wayang Banjar, Wayang Suluh, Wayang Palembang, dan Wayang Beber. Hebatnya, wayang mampu bertahan selama berabad-abad dan mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Perpaduan seni peran, suara, musik, sastra, lukis, dan pahat pada pertunjukan wayang juga menjadi kelebihan tersendiri. Tidak hanya untuk menghibur, wayang juga merupakan media komunikasi. Wayang digunakan sebagai sarana untuk memahami suatu tradisi dan sebagai penjelasan serta penyebarluasan nilai-nilai. Terbukti, wayang cukup efektif untuk menyebarluaskan ajaran agama Hindu dan Islam di Indonesia. Dalang wayang kulit Foto Antara Foto/ArdiansyahPada tanggal 7 November 2003, UNESCO telah menetapkan wayang kulit sebagai Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Beberapa kriteria agar suatu kebudayaan dapat diakui sebagai warisan dunia adalah kebudayaan tersebut dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat serta menunjukkan identitas sosial dan budaya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun. Semua ciri-ciri yang disebutkan di atas dimiliki oleh wayang kulit. Ini tentu menjadi kebanggan tersendiri bagi Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, 7 November ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap upaya memanjukan wayang Indonesia.

ThereforeKertawijaya take action to perform the reconciliation between entire 'trah' Prabu Kertarajasa, the founder of Majapahit. One of its step is taking the title Brawijaya I. Bra means king, Wijaya means clan of Raden Wijaya. This step seemingly effective enough, proven with a period of power stress alleviate and civil war weaken.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Subang ialah sebuah wilayah yang menjadi pusat pemerintahan kota di Jawa Barat yang terkenal dengan Nanas Si Madunya. Secara geografis, Wilayah Kabupaten Subang terkenal dengan lokasi yang sangat strategis dan menguntungkan. Kabupaten Subang juga wilayah yang lengkap secara letak administratifnya, seperti dikelilingi oleh daratan, lautan, pegunungan, dan perbatasan antar kabupaten lainnya Pemerintah Kabupaten Subang, 2018.Selain menjadi wilayah yang startegis dan menguntungkan, Subang juga merupakan kabupaten yang kaya akan hutani, pesawahan, destinasi wisata, kuliner, peternakan, dan tempat-tempat bersejarah. Tempat-tempat bersejarah ini tersebar di beberapa titik kecamatan, contohnya di Kecamatan Kalijati, Subang, Tanjungsiang, Cisalak, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, secara tidak langsung Subang dikenal sebagai salah satu wilayah yang memiliki nilai Subang juga dikenal sebagai wilayah yang memiliki banyak destinasi wisata, antara lain wisata alam, restoran, tempat rekreasi, taman pemandian, museum, hingga destinasi spiritual. Tak heran banyak makam-makam keramat tempat para tokoh penting di zaman dulu disemayamkan. Tokoh-tokoh yang dimakamkan itu biasanya ulama atau sunan yang memegang peran sebagai penyebar agama Islam. Bukti dari adanya destinasi spiritual di Kabupaten Subang ini ditemukannya Makam Waliyullah Syekh Eyang Haji Jaya Kusuma atau masyarakat sering menyebutnya “Makam Eyang Jaya Kusuma”. Makam Eyang Jaya Kusuma ini lokasinya di Kampung Dayeuh Luhur, Desa Cimanggu – Kecamatan Cisalak. Mayoritas pengunjung yang datang adalah warga lokal, tetapi ada juga pengunjung dari luar daerah. Ketika berkunjung, kalian akan bertemu masyarakat Cimanggu yang biasanya mengantarkan pengunjung dari luar daerah ke lokasi. Mereka melakukan hal itu, karena jarak dari jalan raya ke lokasi memakan waktu yang lama dan menempuh jarak sekitar empat kilometer dengan menggunakan kendaraan roda dua atau empat. Dikutip dari Husaeni, 2020, biasanya pengunjung yang datang bertujuan untuk berziarah atau sekedar mendoakan leluhur, tapi banyak tujuan yang dimiliki pengunjung selain berziarah di makam ini, seperti berdoa diberikan jodoh, kekayaan, jabatan, dan lain-lain. Nah, masyarakat di sana sering menyebut kegiatan berdoa ini sebagai “ngalap berkah”. Lalu, diketahui juga katanya Eyang Jaya Kusuma ini dulunya adalah seorang keturunan Mataram yang semangat menyebarkan agama Islam di Wilayah Selatan Kabupaten Subang di masa penjajahan. Setelah meninggal, Eyang Jaya Kusuma ini dimakamkan di kawasan perbukitan tepat di tengah hutan bambu, yang sekarang makamnya berpotensi untuk dijadikan ecomuseum. Lokasi makamnya pun cukup dekat dengan pemukiman warga, sehingga makam ini dikelola langsung oleh masyarakat sekitar. Selain makam Eyang Jaya Kusuma, ternyata ada dua lokasi makam tokoh yang keramatkan juga dan masing-masing makamnya sedikit berdekatan. Bentuk dari ketiga makam tersebut juga sama, yaitu dibuat dari batu sederhana yang sekarang dilapisi tanah berlumut, dikelilingi batu besar, dan terdapat tunggul atau nisan sebagai penanda. Untuk makam pertama, yaitu makam Eyang Jaya Kusuma dan istrinya. Gambar 2. Makam Eyang Jaya Kusuma dan Istri Makam kedua ada makam Eyang Badra Kusuma atau dikenal sebagai Eyang Santri. Makam ketiga adalah makam Eyang Tirta Kusuma yang dikenal sebagai Eyang Kuwu. Gambar 3. Makam Eyang Santri dan Eyang Kuwu Ada fakta mengejutkan, yang mana di lokasi dekat makam Eyang Santri ditemukan makam Eyang Sapingping yang konon katanya Eyang Sapingping dimakamkan hanya bagian pahanya saja dengan bagian tubuh lainnya dikubur terpisah, karena pada saat itu Eyang Sapingping memiliki ilmu kebal yang mengharuskan bagian tubuh lainnya dikubur terpisah. Sebagai informasi bahwa penamaan Eyang Sapingping berasal dari bahasa Sunda, yaitu "Pingping" yang artinya Paha. Dari filosofi tersebut, terkadang banyak dari pengunjung yang datang dengan tujuan yang sedikit melenceng, biasanya untuk “ngĂ©lmu” atau menginginkan ilmu kekebalan dan kejayaan. 1 2 Lihat Ruang Kelas Selengkapnya IngdintĂȘn KĂȘmis tanggal kaping: 9 wulan RĂȘjĂȘp ing taun Je 1870. Utawi kaping 24/25 Agustus 1939, wanci jam 9 dalu dhapukan panitya Biwadha Raja angwontĂȘnakĂȘn kĂȘndhuri wontĂȘn ing pandhapa MangkubumĂšn (Ngabean) Dhepokan, manawi para warganing Biwadha Raja kaparĂȘng rawuh, dipun tampĂšni kanthi suka pirĂȘna. Sejarah Wayang Awal Mula, Perkembangan, dan Informasi Lainnya! – Wayang, juga dieja Wajang, Jawa “bayangan” adalah pertunjukan wayang kulit tradisional Jawa di mana bayangan dilemparkan oleh wayang yang dimanipulasi oleh tongkat di atas layar tembus pandang yang dinyalakan dari belakang yang digunakan untuk bercerita. Artikel Lainnya Sejarah Sunda Asal Mula, Cerita, dan Informasi Lainnya! Sejarah Aceh Latarbelakang, Geografis, dan Sejarah! Sejarah Danau Toba Cerita, Mitos, dan Fakta Lainnya! Sejarah VOC Tujuan, Kedatangan, dan Informasi Lainnya! Sejarah Majapahit Asal Mula, Aturan Kerajaan, dan Puncak Kejayaan! Thalubomalata, wayang kulit dari India selatan, adalah inspirasi untuk bentuk, yang dikembangkan sebelum abad ke-10. Dengan menyebarnya agama Hindu, kemungkinan besar seni wayang kulit merambah ke Jawa. Awalnya terbuat dari kulit berlubang dan dicat rumit, wayang kulit wayang kulit berfungsi sebagai prototipe untuk tokoh-tokoh wayang. Drama, yang dilakukan dengan wayang, diatur dalam waktu mitologis dan mendramatisir episode dari epos Hindu Rmya dan Mahbhrata, masing-masing. Beberapa berasal dari Jawa, dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari legenda Mahbhrata dari lima saudara Pava yang heroik, sementara yang lain berasal dari India. Sebagian besar penikmat lebih suka melihat sosok-sosok sebagai bayangan yang muncul di layar selama pertunjukan tengah malam hingga fajar yang sangat ritual ini, yang dapat dilihat dari kedua sisi layar, dengan beberapa penonton duduk tepat di belakang dalang dalang. Saat karakter pertama kali diperkenalkan, angka yang mewakili kekuatan baik ada di sebelah kanan dan angka yang mewakili kekuatan jahat ada di sebelah kiri layar. Wayang tradisional, seperti wayang golek yang merupakan figur kayu tiga dimensi yang dimanipulasi dengan tongkat, wayang wong yang merupakan pantomim yang dibawakan oleh aktor hidup, dan wayang Krunchil yang merupakan wayang kayu dengan relief rendah, terinspirasi dari bentuk dan gerakan wayang kulit awal. Drama wayang biasanya ditampilkan pada acara-acara khusus seperti ulang tahun dan hari jadi, antara lain. Terlepas dari kenyataan bahwa mereka juga ditemukan di Cina dan di seluruh Asia Tenggara, mereka tidak memiliki konotasi mistik dan religius yang sama seperti di Indonesia. Pada awal abad kedua puluh, wayang telah mempengaruhi pewayangan Eropa melalui karya dalang Richard Teschner, yang dalam teater boneka Winanya, Figuren Spiegel, memadukan kualitas artistik dan kesederhanaan wayang dengan keunggulan teknis Jerman untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar unik. Wayang, juga dieja Wajang, Jawa “bayangan” adalah pertunjukan wayang kulit tradisional Jawa di mana bayangan dilemparkan oleh wayang yang dimanipulasi oleh tongkat di atas layar tembus pandang yang dinyalakan dari belakang yang digunakan untuk bercerita. Thalubomalata, wayang kulit dari India selatan, adalah inspirasi untuk bentuk, yang dikembangkan sebelum abad ke-10. Dengan menyebarnya agama Hindu, kemungkinan besar seni wayang kulit merambah ke Jawa. Awalnya terbuat dari kulit berlubang dan dicat rumit, wayang kulit wayang kulit berfungsi sebagai prototipe untuk tokoh-tokoh wayang. Drama, yang dilakukan dengan wayang, diatur dalam waktu mitologis dan mendramatisir episode dari epos Hindu Rmya dan Mahbhrata, masing-masing. Beberapa berasal dari Jawa, dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari legenda Mahbhrata dari lima saudara Pava yang heroik, sementara yang lain berasal dari India. Sebagian besar penikmat lebih suka melihat sosok-sosok sebagai bayangan yang muncul di layar selama pertunjukan tengah malam hingga fajar yang sangat ritual ini, yang dapat dilihat dari kedua sisi layar, dengan beberapa penonton duduk tepat di belakang dalang dalang. Saat karakter pertama kali diperkenalkan, angka yang mewakili kekuatan baik ada di sebelah kanan dan angka yang mewakili kekuatan jahat ada di sebelah kiri layar. Wayang tradisional, seperti wayang golek yang merupakan figur kayu tiga dimensi yang dimanipulasi dengan tongkat, wayang wong yang merupakan pantomim yang dibawakan oleh aktor hidup, dan wayang Krunchil yang merupakan wayang kayu dengan relief rendah, terinspirasi dari bentuk dan gerakan wayang kulit awal. Drama wayang biasanya ditampilkan pada acara-acara khusus seperti ulang tahun dan hari jadi, antara lain. Terlepas dari kenyataan bahwa mereka juga ditemukan di Cina dan di seluruh Asia Tenggara, mereka tidak memiliki konotasi mistik dan religius yang sama seperti di Indonesia. Pada awal abad kedua puluh, wayang telah mempengaruhi pewayangan Eropa melalui karya dalang Richard Teschner, yang dalam teater boneka Winanya, Figuren Spiegel, memadukan kualitas artistik dan kesederhanaan wayang dengan keunggulan teknis Jerman untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar unik. Perkembangan Wayang Dari buku Mimi Herbert Voices of the Puppet Masters The Wayang Golek Theatre of Indonesia, direproduksi foto dalang dan master pemahat M. Ahim dengan wayangnya di Ciampa, Indonesia 2002. Tara Sosrowardoyo mengabadikan gambar ini. Dengan izin, gambar ini telah direproduksi. Wayang, kata Indonesia untuk pewayangan, berasal dari kata Indonesia untuk bayangan, bayang. Di Indonesia, wayang kulit dianggap sebagai bentuk wayang tertua yang berdiri sendiri, dengan referensi paling awal untuk itu berasal dari tahun 800-an. Figur yang terbuat dari kulit kerbau digunakan dalam wayang kulit. Ketika Raja Airlangga 1035-1049 memerintah, seorang penyair istana menulis, “Ada orang yang menangis, sedih, dan terangsang oleh wayang, meskipun mereka sadar bahwa wayang tidak lain adalah potongan-potongan kulit berukir yang dimanipulasi dan dibuat berbicara.” Orang-orang ini mirip dengan pria yang, dalam kehausan akan kesenangan indria, hidup di dunia ilusi; mereka tidak menyadari bahwa halusinasi ajaib yang mereka lihat tidak nyata.” Orang-orang ini mirip dengan pria yang, dalam kehausan mereka akan kesenangan indria, hidup di dunia ilusi; mereka tidak menyadari bahwa halusinasi ajaib yang mereka lihat tidak nyata.” Banyak orang percaya bahwa wayang berasal dari Indonesia, tetapi yang lain percaya bahwa wayang dibawa ke sana oleh pedagang dari India atau Cina. Untuk mendukung asal-usul pribumi, para sarjana menunjuk pada hubungan antara pelawak dan roh leluhur; Namun, karakter badut yang muncul di setiap drama tidak memiliki pasangan India yang jelas. Bahkan Semar, pelawak utama, kadang-kadang dianggap sebagai roh leluhur pulau Jawa itu sendiri, dan karakter ini sering dipanggil dalam upacara penyembuhan dan perlindungan di pulau itu. Bahkan saat ini, di beberapa bagian Indonesia, ukiran, wayang, dan gong dianggap sebagai benda tempat tinggal sementara arwah leluhur, menurut beberapa tradisi. Setiap desa masih memiliki kuburannya sendiri, di mana pertunjukan wayang kulit diadakan setahun sekali untuk memperingati para pendiri komunitas. Diyakini bahwa nenek moyang memiliki cerita favorit yang mereka sukai. Ada bukti yang menunjukkan bahwa animisme lokal telah menjadi sumber pengembangan seni wayang. Pada suatu saat, jika panen terancam oleh berbagai hama, kisah dewi padi Indonesia Sri akan dilakukan untuk menangkal serangan itu. Meskipun cerita-cerita ritual tersebut tidak lagi dilakukan secara teratur, mereka terus eksis sebagai bagian dari catatan sejarah seni. Terlepas dari apakah inspirasi wayang berasal dari sumber asli, perkembangan seni yang meluas terjadi selama periode Hindu-Budha, khususnya antara 800 dan 1500. Menurut legenda, seorang pangeran bernama Aji Saka membawa aspek budaya India ke pulau itu bangsa Jawa. Selama pertunjukan wayang, sebuah ritual panjang dibuka untuk memperingati kedatangannya di pulau itu; dia datang dengan membawa hanacaraka, abjad Jawa Sansekerta, yang kemudian dia bagi menjadi empat bagian, membentuk seperempat di masing-masing dari empat arah dan dengan demikian menyebarkan keaksaraan dan kemakmuran di seluruh negeri. Lagu dan narasi yang dibawakan oleh dalang dicampur dengan kata-kata yang berasal dari bahasa Sansekerta, yang memberikan kualitas puitis pada bahasa tersebut. Ramayana dan Mahabharata, dua epos besar Hindu, berfungsi sebagai dasar bagi banyak repertoar. Beberapa sarjana percaya bahwa tradisi wayang Bali mirip dengan tradisi wayang Jawa, terutama dalam bentuk realistis wayang mereka dan struktur yang lebih longgar dari urutan pertunjukan mereka, yang dilakukan sebelum kedatangan Islam di Indonesia pada tahun 1500-an. Wayang diyakini telah diperkenalkan oleh para pengungsi dari Majapahit, kerajaan Hindu-Budha terakhir di Jawa, yang jatuh sekitar tahun 1520, menurut orang Bali yang masih mempertahankan kepercayaan Hindunya. Dalang, atau penduduk asli Jawa, percaya bahwa seni itu diciptakan oleh wali, sembilan orang suci yang masuk Islam Jawa. Dalang Sunda menceritakan kisah Sunan Gunung Jati, seorang wali Cirebon, yang berbicara dengan wali lain, Sunan Kalijaga, tentang bagaimana menarik orang untuk masuk Islam, menurut salah satu cerita mereka. Dengan tongkatnya, Sunan Gunung Jati menggambar sosok wayang di tanah, menelusuri garis besarnya. Kalijaga memahami situasi dan menciptakan wayang kulit pertama di dunia. Penampilan pertamanya berlangsung di sebuah masjid lokal, dan untuk mendapatkan pengakuan, penonton diminta untuk membaca pengakuan iman Islam “Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah nabinya”. Terlepas dari kenyataan bahwa wayang menggabungkan cerita tradisional Jawa serta unsur-unsur Hindu, mayoritas dalang adalah Muslim. Dalang hari ini percaya bahwa mereka adalah keturunan langsung dari wali, baik secara fisik maupun spiritual. Angka-angka ini memiliki penampilan abstrak karena pemanjangan lengan, hidung, dan fitur lainnya, yang disebabkan oleh tradisi yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Ini adalah periode di mana orkestra perkusi gamelan yang disetel rumit, yang masih digunakan di Jawa dan Sunda Jawa Barat, pertama kali diperkenalkan. Dua orang suci Muslim lainnya dikreditkan dengan menciptakan bentuk seni boneka batang tiga dimensi, menurut legenda. Teater boneka batang, berbeda dengan teater wayang kulit, yang harus dilakukan dalam gelap, dapat dilakukan kapan saja, siang atau malam. Cina memiliki sejarah panjang wayang kulit dan ada kemungkinan bahwa tokoh-tokoh ini mencerminkan pengaruh Cina yang diyakini beberapa sarjana dibawa oleh Muslim Cina yang membantu konversi orang Jawa ke Islam, sebagai wilayah di mana boneka kayu ini berkembang di sepanjang jalan. pantai utara Jawa sangat padat penduduknya oleh orang Tionghoa. Mayoritas sarjana percaya bahwa wayang sudah ada sebelum Islam tiba di pulau itu; namun, mungkin ada beberapa kebenaran dalam cerita tentang Muslim yang mempromosikan bentuk seni di masa lalu. Selama masa pemerintahan wali, sejumlah inovasi signifikan diperkenalkan. Beberapa modifikasi juga dilakukan pada cerita India untuk mengakomodasi Islam. Sebagai contoh, Putri Drupadi Drupadi menikahi kelima saudara Pandawa Pandawa dalam Mahabharata versi India; Namun, karena poliandri dianggap tidak menyenangkan bagi umat Islam, ia hanya menikahi kakak tertuanya, Yudhistira, dalam cerita versi Jawa Yudistira. Penggambaran Durna Dorna, guru Pandawa, yang merupakan tokoh agama Hindu dan dianggap sebagai pahlawan besar di India, adalah contoh lain dari transformasi tersebut. Di Jawa, di sisi lain, ia digambarkan sebagai poseur usil, kemungkinan besar sebagai akibat dari upaya Muslim untuk mendiskreditkan ulama Hindu. Selanjutnya, pada masa pemerintahan wali, cerita-cerita asal Islam diperkenalkan ke dalam repertoar cerita yang sebelumnya tidak terdengar. Meski tidak sepopuler kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana, kisah-kisah Amir Hamzah, paman Muhammad, yang berasal dari Gujarat atau Persia sekitar waktu itu, serta kisah-kisah eksploitasi para wali Islam di Jawa, juga didramatisasi. saat ini, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Namun, meskipun sebagian besar karakteristik yang membedakan wayang kontemporer sudah ada pada tahun 1700-an, bentuk dramatis ini belum menyebar ke luar wilayah di mana bahasa Jawa digunakan, dan wayang boneka kayu digunakan secara eksklusif untuk menceritakan kisah-kisah Islam, sedangkan wayang kulit digunakan untuk menceritakan kisah-kisah berbasis Hindu. Seiring berjalannya waktu, penghibur Jawa dari wilayah Cirebon-Tegal di pantai utara membuat jalan mereka ke dataran tinggi Jawa Barat, di mana bahasa orang Sunda digunakan. Pemerintah kolonial Belanda membangun jalan baru untuk memudahkan pergerakan orang dan kreasi seni di seluruh wilayah. Dalang diundang untuk menetap di kota-kota itu oleh bangsawan lokal yang dikenal sebagai bupati, yang bekerja di bawah pengawasan pemerintah kolonial. Pada akhir 1800-an, wayang kulit menjadi langka di Jawa Barat, dan wayang kulit telah menggantikannya sebagai bentuk hiburan yang disukai. Repertoar yang dipentaskan dengan wayang kulit batang kayu, di sisi lain, terutama terdiri dari cerita-cerita dari Mahabharata dan Ramayana, serta kisah-kisah epik Hindu purwa, yang berarti “pertama” atau “asli”, dengan kisah-kisah Islami diberlakukan hanya pada kesempatan langka. Untuk menghadirkan Mahabharata dan Ramayana, diciptakan perangkat wayang batang baru dengan gaya tokoh-tokoh wayang kulit, dengan ikonografi tokoh-tokoh wayang kulit. Saat ini, pemain wayang yang paling menonjol sudah terkenal di seluruh Jawa. Mereka tampil di televisi dan radio, dan kaset pertunjukan mereka tersedia untuk dibeli di perusahaan ritel nasional. Meskipun masih benar bahwa sebagian besar dalang besar adalah keturunan dari keluarga pemain tradisional, baru pada abad kedua puluh para pemain yang tidak dilatih oleh orang tua mereka sendiri mulai muncul. Sekolah Menengah Seni Pertunjukan Nasional, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia SMKI , dan Akademi Seni Pertunjukan Jawa, Sekolah Tinggi Seni Indonesia STSI, baru-baru ini membuka program di mana wayang dapat dipelajari oleh siapa saja yang tertarik untuk belajar. lebih lanjut tentang kerajinan.
Bogor- Para Leluhur Orang Sunda I. Garut. 1. Sunan Pancer / Cipancar / Prabu Wijaya Kusumah ( Limbangan ) 2. Eyang Rangga Megat sari ( Pasir astana Limbangan ) 3. Rd.Lenggang Ningrat ( Pasir astana Limbangan ) 4. Rd.Lenggang sari ( Pasir astana Limbangan ) 5. Rd.Lenggang Kencana ( Pasir astana Limbangan ) 6. Rd.Rangga megat sari ( Pasir astana Limbangan ) 7. Rd.Wangsa dita 1 ( Pasir astana
ï»żWayang merupakan salah satu ragam budaya Indonesia yang pada 2003 diakui oleh dunia sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humaity atau mahakarya dunia yang tak ternilai melalui UNESCO. Pertunjukan wayang kerap di selenggarakan di pesta adat atau acara lainnya yang bisa menarik minat banyak penonton. Bagi kamu yang suka wayang berikut adalah informasi yang dapat menambah wawasan untuk mengenal asal usul wayang. wayang Indonesia via Wayang dipercaya telah ada di Indonesia sejak 1500 tahun SM di pulau jawa. Pada awalnya wayang dimainkan dalam ritual pemujaan roh nenek moyang dalam beberapa upacara adat jawa. Saat itu bentuk wayang sangat sederhana, berupa rerumputan yang diikat. Mengikuti perkembangannya, setelah itu kemudian wayang dibuat menggunakan kulit hewat atau kulit pohon. Menurut catatan yang ada, wayang kulit tertua yang pernah ditemukan diperkirakan telah ada sejak abad ke-2 masehi. Butuh waktu selama 10 abad agar wayang dapat berkembang dan memasuki daerah istana kerajaan jawa. Setelah itu wayang juga menyebar ke pulau Bali, Lombok, Madura, Sumatera hingga Kalimantan. Namun, setiap daerah memiliki adat dan seni pertunjukan wayang yang berbeda, semua ini disesuaikan dengan budaya setempat. Wayang dibedakan menjadi dua jenis tergantung pada bentuknya, yaitu wayang kulit dan wayang golek. Wayang golek yaitu wayang yang terbuat dari kayu, memiliki bentuk 3 dimensi selayaknya boneka. Sedangkan wayang kulit yaitu wayang yang berbentuk datar. Kulit ini biasanya diambil dari kulit binatang buruan atau kulit pohon. biasanya dalam pertunjukan wayang jenis ini diproyeksikan di depan layar yang menyala dari belakang sehingga membentuk bayangan. Kesukaan masyarakat Jawa pada seni pertunjukan wayang pada masa itu, ternyata dimanfaatkan oleh pemuka agama islam untuk proses penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Seperti halnya yang dilakukan oleh sunan kalijaga yang rajin melakukan pertunjukan wayang untuk tujuan berdakwah. Pertunjukan wayang tersebut disisipi nilai islami agar masyarakat yang mayoritas masih memeluk agama Hindu dan Budha saat itu dapat sedikit demi sedikit mengenal ajaran Islam. Banyaknya penonton wayang membuat beliau tertarik untuk mengembangkan pertunjukan wayangnya dengan diiringi segala perlengkapan alat musik tradisional gamelan dan para sinden agar pertunjukan lebih semarak. Dalang pada pertunjukan dianggap sebagai ahli sastra yang dibudidayakan yang mentransmisikan nilai-nilai moral dan estetika melalui karya seni. Dulu, kata-kata dan tindakan karakter wayang juga biasa digunakan sebagai sarana untuk mengkritik masalah sosial. Itu dia fakta-fakta yang disajikan untuk mengenal asal-usul wayang. Tentunya kesenian tradisional asli Indonesia ini harus terus diperhatikan dan dilestarikan agar tidak punah. di mana generasi muda juga harus ikut serta dalam usaha pelestariannya agar generasi muda tidak terbuai degan terpaan budaya barat dan melupakan budaya dari negeri sendiri.
.
  • uznw7n8ncu.pages.dev/248
  • uznw7n8ncu.pages.dev/218
  • uznw7n8ncu.pages.dev/751
  • uznw7n8ncu.pages.dev/125
  • uznw7n8ncu.pages.dev/325
  • uznw7n8ncu.pages.dev/580
  • uznw7n8ncu.pages.dev/75
  • uznw7n8ncu.pages.dev/716
  • uznw7n8ncu.pages.dev/906
  • uznw7n8ncu.pages.dev/456
  • uznw7n8ncu.pages.dev/956
  • uznw7n8ncu.pages.dev/163
  • uznw7n8ncu.pages.dev/881
  • uznw7n8ncu.pages.dev/913
  • uznw7n8ncu.pages.dev/739
  • sejarah eyang prabu wijaya kusuma